Seperti
apa rasanya, menikmati bulan puasa di tanah rantau ? pertanyaan yg selalu tergantung
dibenak ku selama ini dan kini aku sedang menjalani dari pertanyaan itu.
Sudah
lebih dari sepuluh hari saya puasa di tanah orang, ini adalah pertama kalinya
bagi saya. Awal-awalnya sih asiiek namun dihari yag ke tujuh hatiku mulai goyah
dengan rayuan manis teman-temanku. Berbagai macam rayuan kompor mereka supaya
aku bisa pulang. Bahkan ada yang menawarkan pulangnya bareng, tiket sudah
disiapkan. Tapi hati ini menolaknya dengan berat dan penuh penyesalan.
Di
hari yang kesepuluh adalah puncaknya betapa hati ini ingin melihat senyum rama
khas mereka dan kulit saumatang mereka, betapa hati ini ingin melihat senja di
timur nusantara, ingin menikmati popeda dicampur pisang lewangka dan ikan
bobara bakar asli Maluku utara. Tapi, itu semua hanyalah keingin yang harus di
tahan setahun kemudian, baru bisa jadi kenyataan. Seriuus loh setahun lagi baru jadi kenyataan..!!
Sejak
di telpon orang tua sore itu, malamnya saya langsung bersemedi diatas kasur
sampai siang, gara gara satu kalimat dari orang tua. katanya “ Anak manis, kamu belum bisa pulang kampong
tahun ini”. Sungguh tak habis pikir, aku bersemedi semalaman untuk berpikir
tapi sungguh tak habis pikir, Aku terus berpikir malam itu sampai tak bisa
dipikirkan karna bingun dan makin bingun dan marah bercampur galau. Siaal
diriku terjangkit penyakit galau malam itu, penyakit yang palingku benci dan
selalu ku tantang habis-habisan, ku teriak-teriakin lewat tulisan di halaman
facebook (status coy). Seharusnya dari awal sudah di kasih tahu kalau tak ada
tiket pesat untuk-ku tahun ini. Perlengkapan yang selama ini saya siapkan buat
pulkam dan janji-janji sahabat lama serta rencana-rencana kegiatan yg akan
diadakan “pas” di kampung halaman. Gagal Total..!! kini itu semua hanyalah
harapan dalam saku celana. (disimpan dulu semoga bisa dipake lagi tahun
depannya).
Walaupun
bimbang tapi harus terus dijalani, mungkin ini adalah jawaban dari pertanyaan
yang terus-terus menggantung dalam benak ku. Bagaimana rasanya puasa plus
lebaran dikampung halamannya orang ?? jawabannya__
yaah seperti inilah rasanya, “pahit dan juga manis”. Seperti koffe dan susu bercampur
jadi satu dalam gelas. Hanyah bisa di tebak dengan rasa bukan dengan mata.
Bagiku pahitnya puasa di negeri orang
itu ketika aku lagi butuh teman, eh ternyata teman ku pulkam semua, apalagi di
daerah ku penduduknya mayoritas
mahasiswa luar pulau. Sungguh mati…!! rasanya seperti kampus hantu. Tak ada
aktivitas, tak ada lalulalang sepeda motor dan tak ada perkumpulan organisasi.
Di tanbah lagi kios, toko dan warung banyak yang tutup siang dan malam. Seriuus
loh ini bukan bualan, tapi ini adalah suara hati yang terombang-ambing dari
seorang mahasiswa yang galau mencari kehidupannya. Seperti kata Nike Ardila aku
bagai nelayan yang kehilangan arah dan tak tahu mau kemana (preeeet…!!!).
seriuus loh ini bukan guyonan, kalau kamu ngk percaya coba saja sendiri.
Nah
kalau manisnya itu aku bisa jalan-jalan kemana saja sesuka hati (iya kalau
punya uang). Bisa tidur sepuasnya di kontrkan (iya kalau ngak bosan). Bisa ke
kampus kapan saja terserahku (itupun kalau ada acara) apalagi kampusku skrng
sedang libur dua bulan. waktu liburan yang panjang itu saya menfaatkan ke
malang-ngumpul bersama sahabat dan sodara-sodara di malang (dari pada saya
sendiri di kontrakan). Tujuanku kemalang adalah untuk mengobati penyakit galau,
duduk bersama sahabat, buka puasa bersama keluarga, tinggal dan jalan-jalan
bersama keluarga bukan mengobati rasa galau ku ini. Tapi, malah menbah rinduku
ingin pulang ke kampung halaman. Seriuus ini jangan diketawain loh, untuk
saat-saat ini Aku benar-benar membutuhkan kasih sayang orang tua, Aku
membutuhkan canda tawa orang tua, Aku membutuhkan masakan orang tua, intinya
adalah Aku ingin berkumpul bersama keluarga di rumah. Titik..!!
#Kasihan
suara hati yg tak kesampaian#
Suara hati yang tak kesampaiyan cooo
BalasHapus