Lembaga negara adalah institut yang di kelola oleh negara atau
yang dibentuk atas kebutuhan negara sebagai pemegang otoritas publik. Oleh
karena itu institut, organ, organisasi yang lain yang berada diluar organisasi civil socety dan organisasi yang
bergerak dilingkungan dunia, dapat disebut sebagai organ negara dalam arti yang
luas. Lembaga negara itu tidak hanya terkait dengan fungsi-fungsi legislatif,
eksekutif dan yudikatif, akan tetapi institut apa saja yang dibentuk oleh
negara dan dibiyayai oleh negara itu sudah termasuk bagian dari lembaga negara.
(Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H.)
Hal yang membedakan organ atau lembaga-lembaga hanyalah kategori
fungsi dan hierarkinya, apabila dikaitkan dengan kekuasaan negara atau
dikaitkan dengan sumber legalitas kewenangan yang dimikinya apakah bersumber
dari UUD 1945, Undang-undang ataukah peraturan yang lebih rendah. Jika
legalitas kewenangan tersebut bersumber dari UUD 1945 itu berarti lembaga
negara tersebut mempunyai kewenangan konstitusional. Lembaga negara yang
disebut didalam konstitusi adalah lembaga negara yang permanen, artinya tidak
bisa dibubarkan, salah satunya adalah Kementrian Negara.
Jika kita lihat dari fungsi dan hierarkinya, kementrian tidak
memiliki lembaga hierarki kebawah. Berbeda dengan Mahkamah Agung yang mempunyai
hierarki, kementrian di angkat oleh presiden dan diberhentikan juga oleh
presiden. Walaupun tidak mempunyai hierarki, tapi kementrian memiiki fungsi
yang lebih sentral dari pada Prsiden dan legislatif.
Indonesia menganut sistem presidentil, maka dalam sistem
presidentil, kedudukan mentri sepenuhnya tergantung kepada presiden. Para
mentri diangkat dan diberhentikan serta bertanggng jawab kepada presiden. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan
tugasnya, tentu saja, para mentri itu membutuhkan dukungan dari parlemen agar
tidak setiap kebijakannya “dicegal” atau “diboikot” oleh parlemen.
Berbeda dengan sistem pemerintahan presidentil, jika dalam sisitem
pemerintahan kabinet atau parlementer, mentri tunduk dan bertanggung jawab
kepada perlemen. Sedangkan dalam sistem presidentil, para mentri tunduk dan
bertanggung jawab kepada presiden. Dalam sistem parlementer jelas sekali bahwa
kedudukan mentri adalah bersifat sentral. Perdana mentri sebagai mentri utama,
mentri yang memimpin para mentri lainnya dalam kabinet adalah kepala
pemerintahan yaitu yang memimpin pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan secara
oprasional sehari-hari. Kinerja pemerintah semuanya di pegang para mentri yang
dipimpin oleh seorang perdana mentri.
Itulaha sebabnya dalam penjelasan UUD 1945 yang diberlakukan
sebagai bagian yang takterpisahkan dari UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5
juli 1959, dinyatakan bahwa mentri itu bukanlah pejabat tinggi negara yang
biasa. Mentri itu adalah pemimpin pemerintahan yang sesungguhnya dalam bidangnya
masing-masing. (Satyavati S. Jhaveri)
Mengenai siapa yang diangkat menjadi mentri, sepenuhnya merupakan
kewenangan presiden untuk menentukannya:
Pasal
17 ayat (1), (2) dan (3) UUD 1945 menyatakan, “Presiden dibantu oleh
mentri-mentri”. “ Mentri-mentri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden”.
“Setiap mentri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”.
Dari pasal tersebut, bahwa semua urusan pemerintahan kepala negara
telah diserahkan ke masing-masing mentri dan jika kita lihat dari fungsinya
presiden dan wakil presiden ada dua fungsi yang tergabung dalam jabatannya
yaitu fungsi kepala negara dan kepala negara sekaligus, maka tentunya presiden
dan wakil presiden tidak mungkin terlibat terlalu mendetail dalam urusan-urusan
operasional pemerintahan sehari-hari. Semuanya telah dipegang dibawa tangan
para mentri-mentri. Oleh sebab itu, untuk diangkat menjadi seorang mentri harus
memiliki kualifikasi teknis dan profesional dalam bidang birokrasi. Karena
sistem pemerintahan presidentil lebih menuntut mentrinya yang lebih berkerja
keras dalam urusan pemerintahan.
Dengan dimikian Kementrian Negara (lembaga negara) tidak bisa
seenaknya diubah dan dibubarkan hanyah dengan pendapat pribadi presiden. Karena
presiden dan wakilnya sebagian fungsinya hanyalah bersifat simbolik, fungsi
kepemimpinan dalam arti teknisi sebnarnya berada dalam tangan para mentri. Jadi
semua hal yang berkenaan dengan organisasi kementrian negara harus diatur oleh
presiden dan legislatif dalam sebuah Undang-undang (Pasal 17 ayat (4) UUD
1945).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar