Secara
garis besar, Madura memiliki dua jalur : jalur utara dan jalur selatan.
Masing-masing memiliki tipikal yang berbeda. Jalur utara lebih sempit dan
jalannya lebih rusak dan amburadul. Kebanyakan kendaraan luar kota memilih
jalur selatan yag lebih ramai karena terhubung langsung dengan jembatan tol
suramadu dan kota-kota di Madura. Konon
katanya jalur utara sama bahayanya dengan jalur Pantura di jawa_ banyak blater,
prampok, dan preman. Walaupun demikian kami tetap memilih jalur utara soalnya
lebih dekat dengan pantai Slopeng dan lebih banyak menawarkan pemandangan yang
beragam ketimbang jalur selatan yang gersang. Sepanjang perjalanan kita akan
disugahi dengan berbagai macam pemandangan yang eksotis. Kita bisa mampir
dikampoeng arab atau bisa foto-foto di atas bukit kapur berlubang di sepanjang
Sampang. Jalur utara Madura juga menyediakan pasar dan tempat jual-beli ole-ole khas Madura.
Bukit Kapur |
Saya
dan temanku suwardono, start perjalanan dari Kec, Kamal. Kab. Bangkalan salah
satu kabupaten di Madura yang berbatasan dengan Surabaya. Walaupun jalur utara
Madura terkenal ganas, kami tetap melewatinya demi menghemat bensin yang
pas-pasan dan mengejar senja di pantai Slopeng. Sebenarnya ada trik tersendiri
biar tak di bajak oleh preman jalur
utara. Triknya mudah saja, jika di siang hari jangan pernah matikan lampu
kendaraan anda dan jika di malam hari nyala-matikan lampu kendaraan anda setiap
melewati perbatasan desa. Nyala-matikan lampu kendaraan itu adalah sebagai
penanda bagi para pembajak agar tidak merampok kendaraan asli orang sana.
Setelah
menempuh perjalanan yang lika-liku selama dua jam lebih, akhirnya sampai juga
di daerah sumenep. Tak mau membuang-buang waktu kami langsung mampir ke pantai
Slopeng yang berpasir luas seperti pantai Parangtritis yang terkenal di pulau
jawa.
Pantai Lombeng |
Keesokan
harinya kami melanjutkan perjalanan ke kota sumenep. Menikmati suasana kota di
pagi hari dengan segelas koffe susu dan kentang goreng di alun-alun kota
sumenep dan kemudian Sholat jum,at di masjid Jam’mi salah satu masjid tertua
dan paling berpengaruh sepanjang sejarah islam di Nusantara.
Masjid Jammi |
Setelah
dua hari berputar-putar di kota sumenep, kotanya para sultan. Kami pun
memutuskan balik ke Bangkalan hari itu juga. Walaupun sebenarnya dalam hati
pengen berlama-lama di sumenep. Tapi, apalah daya uang pas-pasan dan baju di
badan tidak cukup menghidupi kami lebih dari dua hari.
Saat
itu waktu menunjukan pukul 16:23 wib. Satu jam lagi datang sholat makhrib
sedangkan waktu perjalanan pulang masih tiga jam. ini berarti kita akan
habiskan dua jam di atas kendaraan menembus malam. Pilihannya hanya ada dua:
pulang lewat jalur selatan ataukah jalur utara ?. Menimbang kendaraan yang suka
batuk-batukan dan sering mati tiba-tiba, dan di tambah lagi dengan hujan yang
tak tahu kapan habisnya. Maka, jalur selatan menjadi pilihan
pertama.
Perjalanan Balik |
Sayangnya
nasib baik tak bersahabat dengan kita, hujan dan angin terus membuntuti
sepanjang perjalanan pulang. Motor yang pesakitan itu juga ikut-ikutan menambah masalah. Kalau tahu keadaannya gitu,
bendingan mengambil pilihan yang ke dua: lewat jalur utara- lebih dekat tidak
sampai membuat bokongku panas dan mungkin juga tidak sampai mengigil seperti
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar