Tujuh Agustus tanpa pelangi. Terik pagi hari
kamis ramah menyentuh kulitku, embun embun pagi mengapung di atas alang-alang. Debu-debu
setapak kampus terbang diantara lalu-lalang. Di bawa pohon kamal di atas
setapak yang berliku aku sedang berjalan kaki bersama keponakanku menuju tempat
daftar ulang SBMPTN jalur Bidik Misi. Aku hanyah mengantarnya daftar ulang. Pendaftaran
di buka pukul 08:00 pagi. Tapi sekitar seribu peserta Bidik Misi datang lebih
awal pukul 07:00 pagi, termasuk saya dan keponaanku. Tanpa lama menunggu kami langsung duduk di
kursi yang telah disediakan panitia. Jantung keponaanku mulai berdebar
takberaturan_saya yakin Dia pasti “gerogi” melihat begitu banyak antrian dan
banyaknya satpam mondar mandir. Mungkin karna belum terbiasa dengan hal-hal
seperti ini. Aku menyuruhnya tenang dan diam tapi kalau belum tenang juga akan
ku bawakan satpam untuk menenangkannya.
Aku melihat-lihat sekeliling tempat itu,
banyak sekali wajah yang begitu asing dimataku. Aku tengok ke kiri banyak calon
mahasiswa Bidik Misi yang lagi rebutan tempat duduk sampai ada yang jatuh ke
lantai. Antriannya begitu kacau dan amburadul, semua orang saling rebutan
tempat duduk yang paling depan sampai sudah tak peduli lagi siapa lagi
laki-laki dan perempuan semuanya saling dorong dan senggol senggolan. Kayak nonton
orkesan gitu siapa cepat dia yang dapat. Aku alihkan pandanganku kekanan,
banyak orang tua yang sedang ngobrol dan duduk manis menunggu anak-anak mereka
dengan tatapan penuh cintah kasih. Saat itu juga pikiranku sempat berlari jauh kebelakang
dua tahun yang lalu_Yeah dua tahun yang lalu saat pertama kali saya daftar ulang
Bidik Misi. Waktu itu aku tak sendirian, Aku di temanin abangku dua orang
namanya Yus dan Amran. Hari itu kita datang terlambat jadi kampusnya keburu
ditutup. Mau tidak mau kita harus bermalam di Madura. Bermalam semalam dipulau
Garam.
Selepas maghrib habis sholat isya_ Kita
mulai menyusuri malam dengan jalan kaki tiga kilometer mencari tempat tidur.
Sebelum itu kita mampir di rental PES sampai jam 12 malam. Setelah itu berjalan menyusuri malam. Walaupun
udara siang pulau garam begitu ganas tapi sungguh udara dingin malam juga tak punya sedikitpun
rasa ampun, dinginnya kian terasa ke sum-sum tulang. Dan kitapun sudah berada
di persimpangan jalan tapi belum ketemu-ketemu juga tempat tidur yang pas, sampai
akhirnya kita istirahat di sebuah mesjid dekat jalan raya namun cuman sebantar
setelah itu lanjut cari warung makan bukan tempat tidur lagi – dan kitapun
menghabiskan jarak satu kilometer lagi mencari warung makan. Benaran jangan
ditanya_ capehnya minta ampun.
Tak terasa waktu telah menunjukan pukul
02:00 malam. Warung yang di cari belum ketemu juga. Kiri kanan jalan hanya ada
sawah dan rawa, jarang sekali ada rumah
penduduk asli disitu yang ada hanyalah kos-kosan itupun jaraknya berjauhan. Kami
terus berjalan dan terus berjalan, satu persatu warung kita tanyain-kita lewati-kita
masukin tapi tutup semua, Syukurlah malam
itu ada satu warung yang masih buka namanya warung “makan ambil sendiri”. Di warung itulah kita makan dan diwarung itu
juga kita tidur. Tapi, bukan tidur dalam warung atau di atas ranjangnya. Tidak
bukan.. !! Kita tidur di atas meja warung dekat selokan banyak nyamuk dan suara
bising sepeda motor. Disitulah kita
tidur sampai pagi menertawakan kita.
Pikiranku seketika kembali lagi dari
jalan-jalannya ke masa lalu, saat seseorang menepuk pundakku.
Kamu ngak apa-apa ta Bang ?? Tanya ponaanku.
Iyo, ngak apa-apa. !! kataku
Memangnya ada apa ?? tanyaku balik
seketika
Aku harus siap-siap Bang, soalnya setelah
ini giliranku masuk..!! jawab ponaanku.
Sebelum aku mengecek kembali
perlengkapannya satpam lebih dulu memanggilnya masuk. Ia berdiri dari tempat
duduknya dan menyalami tanganku setelah itu berjalan mengikuti arahan satpam
menuju ruangan yang telah disiapkan. Aku masih diam ditempat dudukku dan
menatapnya berjalan menaiki tangga, satu-persatu anak tangga itu dinaiki dan ia berjalan terus sampai dirinya hilang dibalik pintu ruangan petugas Bidik Misi.
Aku menengok jam tangan ku sudah pukul sepuluh tiga puluh. Matahari pagi diluar semakin panas, ganasnya sudah tak mengenal siapapun. memanggang siapa saja dibawahnya, siap menghajar siapa saja yg menentangnya. untung saja aku berada pas dibawah tenda jadi aman dari jangkauan sang raja siang. Tapi, di belakangku makin banyak orang yg ngantri sampai tak dapat tempat duduk bahkan lebih banyak lagi yang lesehan dijalanan rela berpanas-panasin ngantri dibawah sinar matahari jam 11 siang. sempat terlintas dalam pikiranku_apakah ini yang dinamakan perjuangan ??
Yusri nama keponaanku.
Yusri nama keponaanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar