Di indonesia setiap daerah punya perpustakaannya
sendiri sendiri, saat ini kabupaten mana yg takpunya perpustakaan ? rasanya tak
ada, semuanya punya perpustakaan. Tapi, sepertinya lebih banyak lagi perpustakaan
yang nasibnya merana alias mati suri. Tak jarang perpustakaan hanyah menjadi
bangunan tua, tempat pengasingan yang layu, sepi pengunjung, kumuh penuh debu,
angker dan menjadi tujuan akhir para penerbit buku untuk menyumbangkan buku
bukunya yang tak laku lagi dipasaran.
Untuk itu kawan, marilah kita berpikir sejenak,
kenapa di jogjakarta yang konon dijuluki kota pelajar itu melahirkan banyak
penulis ulung dan cerdas. Anda tau kenapa, karena budaya mereka. Baca buku
adalah budaya mereka, masyarakatnya selalu membaca tanpa kenal lelah, hampir
semua tempat orang membaca buku, entah itu warung kopi, warung makan, pasar
ikan, alun alun dan di sudut sudut gang jalan ada yang baca buku bahkan tukang
becakpun yang sedang menunggu penumpang baca buku.
Dalam (The
Library as an Agency Of Culture). Thomas Agust mengatakan “ Perpustakaan
hanyalah bermanfaat bagi mereka yang memliki tradisi membaca. Bagi orang yang
bernafsu membaca, jalananpun bisa menjadi perpustakaan.
Oleh karena itu kawan, marilah kita budayakan budaya
baca buku, entah itu buku apapun asal jangan buku atau majalah yang berbau
porno. Hal foster pernah mengatakan dalam Posmodern
Culture bahwa “pembangunan sumberdaya manusia akan menemukan jalan mudah
jika dilakukan melalui sisi budaya”. Jika baca buku sudah menjadi budaya maka
nafsu membaca akan bercokol dikepala dan jiwa. Buku adalah jendelanya dunia.
Artinya dengan membaca satu buku ia
telah mengetahui sebagian dunia. Jika lebih banyak baca buku iya telah
mengetahui seisi dunia. Maka dari itu, mulailah baca buku dari diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar