Kamis, 26 Juni 2014

CERITA PERJALANAN KE MADURA


Salamm hangat dari jauh..
Asalamualaikum warahatullahi wabarokatohh…

 jika kau mampir di kampungku kawan, mungkin kamu akan tertarik mengunjungi area seluas “berapa kali berapa” di sebelah pulau Gamjaha yang airnya mendidih tanpa ada pemetik api seperti korek atau kayu bakar dan minyak tanah atau mungkin bensin sekalipun, air itu sudah panas dengan sendirinya dan panasnya tidak menimbulkan kebakaran sekitar. Kalau kamu punya pisang atau ikan tidak usah repot repot masak. Cukup, di masukin saja di dalam air panas(Begitulah masyarakat menyebutkan) dalam beberapa menit pasti matang. Bagimana kawan, manakjubkan bukan ?


Ini bukan promosi yah, tapi kau tak akan menemukan tempat menakjubkan seperti itu di belahan bumi manapun karena Tuhan menganugerahkan keistimewaan yang berbeda beda untuk di setiap daerah.mungkin terdengar terlalu mengada ngada tapi itu benar adanya kami penduduk menamakan “air panas” terserah dari luar menyebutnya apa.

Tapi jika kau phobia api, tenang saja masih ada tempat yg eksotis lainya. Apakah kau termasuk pecinta alam, mungkin Air terjun bisa memuaskan hobimu, kamu bisa naik di atas tebing tapi bukan untuk lompat loh.atau kamu bisa menikmati panorama bawah laut, terumbu karangnya juga cukup bagus walaupun tak seindah taman laut bunaken yg sudah di akui dunia secara objektif. Tapi keindahan pulau dan pantai di daerahku tak kalah dari pantai pantai yg sudah terkenal di indonesia. Hanya saja, dan sangat di sayangkan sekali tak semua penduduk sadar akan pembangunan sehingga tempat tempat yg berpotensi besar dapat menyumbang pemasukan untuk menambah PAD menjadi tidak terurus. Ah,  tidak perlu aku berteori biar kau saja yg menilai sendiri.


                                                            ….0O0….
Wan, kenapa kamu koh malah melamun..? Tiba tiba temanku menepuk pundakku mungkin dia heran melihatku bengong di depan labtop di tengah  tugas yg menggila tetapi yg terpampang di windows bukanlah tugas kuliah. Aku menoleh memaksakan sebuah senyuman….Are you oke ? desakannya lagi….Yes..!! aku meyakinkannya, setelah meyakinkan dirinya sendiri dia kembali kekamarnya bergelut dengan buku dan tugas tugasnya yg menggila. Yah maklumlah semester tiga. Dosen tak henti hentinya ngasih tugas yang kadang rasanya tak mampu kami selesaikan, membuat kami berlomba lomba dengan waktu agar bisa mengumpulkan tugas tepat waktu. 

Ku tengok temanku di kamar sebelah, dia telah menyerudup kopinnya ternyata itu adalah kopinnya yang ke enam, mungkin dia membutuhkan kafein untuk meyelesaikan tugas tugasnya. Sementara aku bulak balik kamar mandi dan kedua telapak kaki ku tak rendam dalam ember yg sengaja di kasih air tujuannya  untuk mengusir ngantuk (katanya)..begitulah tips yg di ajarkan ustad waktu  masih duduk di bangku MTs.

Semua temanku satu kontrakan asalnya dari lamongan yg kuliah di Unijoyo hanya aku sendiri toh dari Ternate, ada kebiasaan rutin  dari konco konco ku setiap empat hari sekali mereka harus pulang kampong, ini membuatku penasaran….kenapa kalian suka bangat pulang kampong..? tanyaku pada mereka. Ketika ku utarakan keherananku mereka menjawabnya dengan enteng…”Karena darah lebih kental dari air” sebagus dan senyaman nyamannya kehidupan di tanah orang, tetap lebih nyaman  di tanah kelahiran sendiri. Hannya alasan itu toh mereka rela bulak balik kampong. Mereka sudah kecanduan udara kampong, ini namanya penyakit Mala Rindu nomor lima puluh dua. Tapi ada benarnya juga kalau darah itu lebih kental dari air dan menurut saya hal itu sudah tidak bisa di pungkiri lagi bagi seorang yg normal. 

 Sebaliknya, mereka menanyaku balik, Kamu kok bisa nyasar di sini, gimana ceritanya ? Tanya teman temanku dengan sedikit tersenyum penasaran . Pertanyaan yg berat, berat dan sangat berat untuk di jawab kawan, mulutku tak bisa berkata kata lagi, bingun jawabnya dari arah mana dan bagimana.. dengan enteng dan percaya diri, Ku ceritakan sedikit perjalanan hidupku hingga ke pulau garam ini. Pahit asem manis kesal getir takut dan bingun ketika pertama kali daftar kuliah di luar  pulau. Ada saja masalah yg datang bertubi tubi, mulai dari  Pemerintah Desa, Masyarakat, Sekolah, teman teman dan keluarga. 

 Waktu itu ada delapan orang” tak perlu aku sebut namanya” yg kuliah  di luar pulau (khususnya jawa) lewat SNPTN tertulis jalur Beasisiwa Bidik Misi. Kebetulan saat itu ada perkenalan Universitas dan Beasisiwa dari Indonesia mengajar. Namun tinggal sebentar lagi Ujian satu persatu sahabat sahabatku keluar dari kelompok atau dalam bahasa kerennya “pengecut” alasannya sederhana masalah keluarga (katannya).Ini adalah badai kawan bisa menghajar apa saja yg di lewatinya,menelan apa saja yg di lihatnya, Dapat mencerai beraikan keinginan, memporak porandakan mimpi mimpi, ujung ujunngnya putus asa. Kawan bagiku itu bukanlah badai walaupun Saat itu tinggal aku dan sepupuku Yustiadi. 

Ku bilang pada sepupuku, Tenang saja bro aku punya jimat anti badai..Apa itu wan ? “man jadda wa jaddah” ya, hanya kalimat itu. kalimat teramat yang menyemangatku di saat saat penting dan genting seperti itu. mungkin aku terlihat seperti mengada ngada tapi memang benar  kalimat itu tidak membuat mimpiku hancur berkeping keeping, porak poranda atau mimpiku hancur seketika tanpa tersedia waktu untuk jeda. tidak, tapi mala kalimat itu membuat segalanya tetap berjalan sebagaimana mestinya…Ehem, sudah cukup kata motivasinya kita kembali lagi ke cerita…  Nah ! tentu saat itu hal yg paling tidak aku inginkan adalah teman teman ku angkat bendera putih, tapii tidak apa apa saya bisa memakluminya…Toh tanpa kalian juga kita bisa terbang  apalagi tiket sudah di boking duluan, nanggung kalu nggak jadi.. kataku dalam hati.  

Hari demi hari ketika menjelang sore masalah model baru datang lagi, belum juga matahari terbenam yustiadi datang ke rumahku dgn tubuh yg penuh keringat seperti orng yg habis joging 5 km : Ada apa, Yus..? tanyaku…Daftar hasil nilai Ujian hilang..!!? jawabnya dgn ketakutan..waduh celaka. Aku  seakan takpercaya Baru kemarin kita mencicipi musim hujan tapi kemarau datang lagi, sore yang kelabu bagi ku dan kawan kawan karna Itu adalah daftar nilai satu satunya. Berbagai alasan  di buat teman teman ada sebagian lari dari masalah ada yg lempar batu sembunyi tangan dan ada juga yg pura pura tidak tau ketika di Tanya kepala sekolah.

 Aku tak percaya waktu itu kepsek ingin bertemu dgn ku. Oh tidak  ku rasa aku tak memiliki nyali, mendengar nama dan suaranya saja ketakutan bukan buatan. Dari ujung pagar tepat di bawah pohon mangga seorang sedang berjalan menghampiriku, sarung dan batik masih malekat di badannya yg sedikit  tinggi  agak bungkuk dan berambut kriting tidak jauh beda dengan penyanyi dangdut terkenal Rhoma irama. Orang itu tak asing lagi di mataku. Pak kepala sekolah ternyata kawan. sedang apa ia menemuiku,apakah mau menanyakan daftar nilai itu atau mungkin memarahiku ? Oh sial celaka dua belas..!! Tubuhku kaku Bibirku menggigil ketakutan, hatiku seperti di remas remas, mataku melotot tangan ku gemetar rasanya urat nadi ku macet saat itu, tak ada lagi alasan tak ada lagi lorong untuk kabur. Kepala sekolah berdiri tepat  di depan mataku,tak banyak bercakap cakap ia langsung mengajakku ke rumahnya tak kusangka ternyata ada Yusti dan Marni juga di ruang tamu kepsek. Akhrinya ketakutanku mulai reda karna bukan cuman aku yg kena batunya..he..he.. 

 Tiga menit kemudian suatu pemandangan menakjubkan terjadi, Pak kepsek datang dgn laptob di tangan kanan dan selembar daftar nilai hasil ujian. Tolong ngoni buat samua surat keterangan kelulusan satu kalas. Kita mau ke pak Budi dulu..!? Kata pa kepsek sambil menaruh laptob di atas meja. Tanpa menunggu aba aba  lagi kita langsung beraksi seperti ajudan yg takut di pecat juragannya. Sambil mengerjakan lembar per lembar, Aku menyempatkan diri bertanya pada Yusti dari mana dapat surat itu. Dari ka Dira, jawabnya..surat itu ketinggalan dalam tas dan tadi pagi  baru di temukan,  wah itu namanya penyakit lupa urutan dua puluh dua  kawan, terlalu banyak kesibukan itu penyebabnya (mungkin). Tapi nggak apa apa yg penting suratnya sudah di temukan. Seharian kita di jadikan sekretaris kepala sekolah satu kebanggan untuk teman teman tapi sy tidak. 

Oh ia kawan tentu  saat  itu yg saya takutkan  jangan sampai  masalah ini ketauan sama telinga karet mulut pisau dan komplotan tengiknya. Mereka adalah intelijen intelijen liar yg terorganisir secara otomatis gerakannya seperti intertaimen dan tidak jauh beda dengan Abu lahab. Tembok raksasa negeri tirai bambu pun tak mampu membendung serangannya, cepat seperti angin tajam seperti belati meresap ke dalam hati, sepeti udara  dapat menghipnotis setiap yg mendengarnya. Mereka adalah jurnalis jurnalis kampung masing masing memberikan opini yg berbeda beda pada pendengarnya. Jangan sampai, sekali lagi  jgn sampai ketauan. Kalau sampai celaka tiga puluh kau.

Seperti yg sudah saya katakan sebelumnya kawan, banyak sekali tempat tempat yg bisa menghasilkan Rupiah, salah satunya tanda tangan. Tak ku sangka ini juga bisa dijadikn ladang oleh otak otak brangkas, tikus tikus berdasi banyak ngomong, hambur janji yg susah di tepati. Bagi mereka janji adalah uang, harus ada alat pendorongnya agar cepat selesai dan lebih parahnya lagi kita di jadikan korbannya. Waktu itu aku dan teman teman sedang minta tanda tangan “Surat Keterangan Keluarga Tidak Mampu” di kantor desa, tiba tiba dadaku rasanya di tonjok Bruce Lee dari jarak satu meter ketika tau kalau satu tanda tangan harganya seratus ribu, edan. Kalu tidak nggak bakalan di tanda tangan, Kurang ajar betul itu orng. Sempat terjadi tawar menawar tetap saja tak ada diskon, Bayar belakangan juga bisa katanya. wah Ini namanya penyakit Gayus tanbunan peringkat tiga puluh tiga. Aku tak peduli apa syaratnya yg penting di tanda tangan dulu nanti bayarnya blakangan(jagan harap pak). Makanya kawan menilai seseorang jangan dari luarnya saja, kalau dari luarnya jelek belum tentu dalamnya bagus. Sebenarnya sy nggak mau menceritakan hal ini pada kalian, tapi karna masalah ini juga ikut mewarnai pengalamanku dan kawan kawan. Setidaknya sy ceritakan walaupun itu pahit.

 Bukan cuman itu kawan masih ada satu masalah lagi yaitu Mitos mitos yg menyebar di masyrakat, konon katanya siapa saja yg menuntut ilmu di luar pulau yang tak ada keluarganya, ia akan di hajar kelaparan, kesepian, kesusahan dan pada ahir ahirnya putus asa angkat koper pulang kampong. Gimana kawan,menakjubkan bukan mitosnya..? Mitos inilah yg menyergap teman temanku sampai keluar dari kelompok dan tak mau bergabung kembali. Tenang saja tak semua masyrakat percaya mitos itu. Hanya sebagian kecil masyarakat anti pengangguran saja yg nggak percaya. Sepakat dan tidak sepakat Mitos itu adalah prodak senior senior yg kuliah di jaman Pak Harto yang semuanya masih dgn keterbatasan wajar saja mereka kelaparan karna nggak punya ATM. Maklum mereka kesepian karna tidak ikut organisasi dan kesusahan karna tak bisa beradaptasi dgn budaya sekitar. Ada kata pepatah dimana tanah ku pinjak di situ langit ku junjung. Jika kita menerapkan pepatah ini, yakin dan percaya kita pasti BISA. Sekali lagi kawan hidup ini perlu di nikmati jangan di buat sulit, bukanya Tuhan menciptakan masalah itu lengkap dengan solusinya..? 

                                                           …. 0O0….
Demikianlah, ketika ku ceritakan  perjalanan hidupku sampai ke pulai garam ini, mereka ternganga mendengarnya. Menurut mereka, jalan hidupku dan kawan kawanku itu sangat menarik. Aku yg berasal dari pulau kecil nanpelosok di  Hal sel sana, bisa menempuh pendidikan di jawa timur. Sebenarnya kita hanya berani bermimpi. Rasanya ketika kita telah menetapkan mimpi yg ingin kita tuju, ada saja jalan yg membuat keinginan itu terwujut. Seperti kata Andrea Hirata dalam Edensor,”Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi mimpi itu”. Tetapi mimpi saja tak cukup, harus di sertai dengan ikhtiar juga.

Aku ingat ketika teman teman meminta restu pada kedua orang tua, untuk melanjutkan pendidikan di luar pulau. Yang terjadi malah debat kusir, namun beda dgn kedua orng tuaku. Mungkin karena keinginanku dan kebulatan tekatku akhirnya mereka mengikhlaskanku merantau dengan linang air mata. Menitipkan nasipku pada alam, Mengirimkan doa lewat semesta, mendukungku dengan segenap jiwa.

Ada kalanya rasa sesal menghampiri ketika kurasakan hidup di tanah rantau terlalu berat dan rindu kapung halam begitu menggila. Keluar dari zona nyaman tenyata begitu menyiksa. Tak ayal hal ini membuatku termenung dii pagi hari. Tapi lambat laun, ketika rutinitas terasa tak begitu menyiksa, Aku dapat merasakan hikmahnya.

Teman yang duduk di sebelah menepuk bahuku kembali, membuyarkan lamunan tentang kampong halamanku. Tak biasanya Aku terlihat tak bersemangat seperti sekarang,” jangan khawatir aku taka pa apa”. Aku hanya merindukan kampong halamnku, aku rindu pelukan orang tuaku, aku rindu Anak anak angin, aku rindu ikatan remaja bibinoi, aku rindu senyuman mereka, Aku pengen berada di tengah tengah mereka, Aku pengen tertawa lagi bersama mereka, Aku rindu Rumah Belajar Bibinoi, Aku rindu Masyrakatnya dan aku sangat rindu iklimnya. Dan dengan tulisan inilah aku mencoba meredam kerinduanku pada kampong halamnku di pulau bacan sana. Menghadirkan suasana hangat pedesaan dalam benakku merupakan terapi yg cukup ampuh untuk mengurangi rasa rindu tersebut. Ternyata benar kata mereka sebagus bagusnya kehidupanku di tanah orng, lebih nyaman hidup di tanah sendiri.

Inilah…..inilah…
Saat-saat dimana rinduku memuncak..
Saat-saat aku membutuhkan tangan ibu untuk menyeka air mata
saat-saat aku membutuhkan kata-kata bijak sang ayah untuk membuatku tegar..
saat-saat dimana aku butuh tempat meluapkan segala cerita....
Aku rindu mereka Ya Allah
aku ingin pulang dan memeluk mereka lagi.
Amieen..

Catatan: Buat temanku seperjuangan, semoga kita dapat berkumpul kembali. Aku rindu senyuman dan semangat kalian.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar