Salamm hangat dari
jauh..
Asalamualaikum
warahatullahi wabarokatohh…
jika kau mampir di kampungku kawan, mungkin
kamu akan tertarik mengunjungi area seluas “berapa kali berapa” di sebelah
pulau Gamjaha yang airnya mendidih tanpa ada pemetik api seperti korek atau
kayu bakar dan minyak tanah atau mungkin bensin sekalipun, air itu sudah panas
dengan sendirinya dan panasnya tidak menimbulkan kebakaran sekitar. Kalau kamu
punya pisang atau ikan tidak usah repot repot masak. Cukup, di masukin saja di
dalam air panas(Begitulah masyarakat menyebutkan) dalam beberapa menit pasti matang.
Bagimana kawan, manakjubkan bukan ?
Ini bukan promosi yah,
tapi kau tak akan menemukan tempat menakjubkan seperti itu di belahan bumi
manapun karena Tuhan menganugerahkan keistimewaan yang berbeda beda untuk di
setiap daerah.mungkin terdengar terlalu mengada ngada tapi itu benar adanya
kami penduduk menamakan “air panas” terserah dari luar menyebutnya apa.
Tapi jika kau phobia
api, tenang saja masih ada tempat yg eksotis lainya. Apakah kau termasuk
pecinta alam, mungkin Air terjun bisa memuaskan hobimu, kamu bisa naik di atas
tebing tapi bukan untuk lompat loh.atau kamu bisa menikmati panorama bawah
laut, terumbu karangnya juga cukup bagus walaupun tak seindah taman laut
bunaken yg sudah di akui dunia secara objektif. Tapi keindahan pulau dan pantai
di daerahku tak kalah dari pantai pantai yg sudah terkenal di indonesia. Hanya
saja, dan sangat di sayangkan sekali tak semua penduduk sadar akan pembangunan
sehingga tempat tempat yg berpotensi besar dapat menyumbang pemasukan untuk
menambah PAD menjadi tidak terurus. Ah,
tidak perlu aku berteori biar kau saja yg menilai sendiri.
….0O0….
Wan, kenapa kamu koh
malah melamun..? Tiba tiba temanku menepuk pundakku mungkin dia heran melihatku
bengong di depan labtop di tengah tugas
yg menggila tetapi yg terpampang di windows bukanlah tugas kuliah. Aku menoleh
memaksakan sebuah senyuman….Are you oke ? desakannya lagi….Yes..!! aku
meyakinkannya, setelah meyakinkan dirinya sendiri dia kembali kekamarnya bergelut
dengan buku dan tugas tugasnya yg menggila. Yah maklumlah semester tiga. Dosen
tak henti hentinya ngasih tugas yang kadang rasanya tak mampu kami selesaikan,
membuat kami berlomba lomba dengan waktu agar bisa mengumpulkan tugas tepat
waktu.
Ku tengok temanku di
kamar sebelah, dia telah menyerudup kopinnya ternyata itu adalah kopinnya yang
ke enam, mungkin dia membutuhkan kafein untuk meyelesaikan tugas tugasnya.
Sementara aku bulak balik kamar mandi dan kedua telapak kaki ku tak rendam
dalam ember yg sengaja di kasih air tujuannya
untuk mengusir ngantuk (katanya)..begitulah tips yg di ajarkan ustad
waktu masih duduk di bangku MTs.
Semua temanku satu kontrakan asalnya dari
lamongan yg kuliah di Unijoyo hanya aku sendiri toh dari Ternate, ada kebiasaan
rutin dari konco konco ku setiap empat
hari sekali mereka harus pulang kampong, ini membuatku penasaran….kenapa kalian
suka bangat pulang kampong..? tanyaku pada mereka. Ketika ku utarakan
keherananku mereka menjawabnya dengan enteng…”Karena darah lebih kental dari
air” sebagus dan senyaman nyamannya kehidupan di tanah orang, tetap lebih
nyaman di tanah kelahiran sendiri.
Hannya alasan itu toh mereka rela bulak balik kampong. Mereka sudah kecanduan
udara kampong, ini namanya penyakit Mala Rindu nomor lima puluh dua. Tapi ada
benarnya juga kalau darah itu lebih kental dari air dan menurut saya hal itu
sudah tidak bisa di pungkiri lagi bagi seorang yg normal.
Sebaliknya, mereka menanyaku balik, Kamu kok
bisa nyasar di sini, gimana ceritanya ? Tanya teman temanku dengan sedikit
tersenyum penasaran . Pertanyaan yg berat, berat dan sangat berat untuk di
jawab kawan, mulutku tak bisa berkata kata lagi, bingun jawabnya dari arah mana
dan bagimana.. dengan enteng dan percaya diri, Ku ceritakan sedikit perjalanan
hidupku hingga ke pulau garam ini. Pahit asem manis kesal getir takut dan
bingun ketika pertama kali daftar kuliah di luar pulau. Ada saja masalah yg datang bertubi
tubi, mulai dari Pemerintah Desa,
Masyarakat, Sekolah, teman teman dan keluarga.
Waktu itu ada delapan orang” tak perlu aku
sebut namanya” yg kuliah di luar pulau
(khususnya jawa) lewat SNPTN tertulis jalur Beasisiwa Bidik Misi. Kebetulan
saat itu ada perkenalan Universitas dan Beasisiwa dari Indonesia mengajar.
Namun tinggal sebentar lagi Ujian satu persatu sahabat sahabatku keluar dari
kelompok atau dalam bahasa kerennya “pengecut” alasannya sederhana masalah
keluarga (katannya).Ini adalah badai kawan bisa menghajar apa saja yg di
lewatinya,menelan apa saja yg di lihatnya, Dapat mencerai beraikan keinginan,
memporak porandakan mimpi mimpi, ujung ujunngnya putus asa. Kawan bagiku itu
bukanlah badai walaupun Saat itu tinggal aku dan sepupuku Yustiadi.
Ku bilang pada
sepupuku, Tenang saja bro aku punya jimat anti badai..Apa itu wan ? “man jadda
wa jaddah” ya, hanya kalimat itu. kalimat teramat yang menyemangatku di saat
saat penting dan genting seperti itu. mungkin aku terlihat seperti mengada
ngada tapi memang benar kalimat itu
tidak membuat mimpiku hancur berkeping keeping, porak poranda atau mimpiku
hancur seketika tanpa tersedia waktu untuk jeda. tidak, tapi mala kalimat itu
membuat segalanya tetap berjalan sebagaimana mestinya…Ehem, sudah cukup kata
motivasinya kita kembali lagi ke cerita…
Nah ! tentu saat itu hal yg paling tidak aku inginkan adalah teman teman
ku angkat bendera putih, tapii tidak apa apa saya bisa memakluminya…Toh tanpa
kalian juga kita bisa terbang apalagi
tiket sudah di boking duluan, nanggung kalu nggak jadi.. kataku dalam hati.
Hari demi hari ketika
menjelang sore masalah model baru datang lagi, belum juga matahari terbenam
yustiadi datang ke rumahku dgn tubuh yg penuh keringat seperti orng yg habis
joging 5 km : Ada apa, Yus..? tanyaku…Daftar hasil nilai Ujian hilang..!!?
jawabnya dgn ketakutan..waduh celaka. Aku
seakan takpercaya Baru kemarin kita mencicipi musim hujan tapi kemarau
datang lagi, sore yang kelabu bagi ku dan kawan kawan karna Itu adalah daftar
nilai satu satunya. Berbagai alasan di
buat teman teman ada sebagian lari dari masalah ada yg lempar batu sembunyi
tangan dan ada juga yg pura pura tidak tau ketika di Tanya kepala sekolah.
Aku tak percaya waktu itu kepsek ingin bertemu
dgn ku. Oh tidak ku rasa aku tak
memiliki nyali, mendengar nama dan suaranya saja ketakutan bukan buatan. Dari
ujung pagar tepat di bawah pohon mangga seorang sedang berjalan menghampiriku,
sarung dan batik masih malekat di badannya yg sedikit tinggi
agak bungkuk dan berambut kriting tidak jauh beda dengan penyanyi
dangdut terkenal Rhoma irama. Orang itu tak asing lagi di mataku. Pak kepala
sekolah ternyata kawan. sedang apa ia menemuiku,apakah mau menanyakan daftar
nilai itu atau mungkin memarahiku ? Oh sial celaka dua belas..!! Tubuhku kaku
Bibirku menggigil ketakutan, hatiku seperti di remas remas, mataku melotot tangan
ku gemetar rasanya urat nadi ku macet saat itu, tak ada lagi alasan tak ada
lagi lorong untuk kabur. Kepala sekolah berdiri tepat di depan mataku,tak banyak bercakap cakap ia
langsung mengajakku ke rumahnya tak kusangka ternyata ada Yusti dan Marni juga
di ruang tamu kepsek. Akhrinya ketakutanku mulai reda karna bukan cuman aku yg
kena batunya..he..he..
Tiga menit kemudian suatu pemandangan
menakjubkan terjadi, Pak kepsek datang dgn laptob di tangan kanan dan selembar
daftar nilai hasil ujian. Tolong ngoni
buat samua surat keterangan kelulusan satu kalas. Kita mau ke pak Budi dulu..!?
Kata pa kepsek sambil menaruh laptob di atas meja. Tanpa menunggu aba aba lagi kita langsung beraksi seperti ajudan yg
takut di pecat juragannya. Sambil mengerjakan lembar per lembar, Aku
menyempatkan diri bertanya pada Yusti dari mana dapat surat itu. Dari ka Dira,
jawabnya..surat itu ketinggalan dalam tas dan tadi pagi baru di temukan, wah itu namanya penyakit lupa urutan dua
puluh dua kawan, terlalu banyak
kesibukan itu penyebabnya (mungkin). Tapi nggak apa apa yg penting suratnya
sudah di temukan. Seharian kita di jadikan sekretaris kepala sekolah satu
kebanggan untuk teman teman tapi sy tidak.
Oh ia kawan tentu saat
itu yg saya takutkan jangan
sampai masalah ini ketauan sama telinga
karet mulut pisau dan komplotan tengiknya. Mereka adalah intelijen intelijen
liar yg terorganisir secara otomatis gerakannya seperti intertaimen dan tidak
jauh beda dengan Abu lahab. Tembok raksasa negeri tirai bambu pun tak mampu membendung
serangannya, cepat seperti angin tajam seperti belati meresap ke dalam hati,
sepeti udara dapat menghipnotis setiap
yg mendengarnya. Mereka adalah jurnalis jurnalis kampung masing masing
memberikan opini yg berbeda beda pada pendengarnya. Jangan sampai, sekali
lagi jgn sampai ketauan. Kalau sampai
celaka tiga puluh kau.
Seperti yg sudah saya
katakan sebelumnya kawan, banyak sekali tempat tempat yg bisa menghasilkan
Rupiah, salah satunya tanda tangan. Tak ku sangka ini juga bisa dijadikn ladang
oleh otak otak brangkas, tikus tikus berdasi banyak ngomong, hambur janji yg
susah di tepati. Bagi mereka janji adalah uang, harus ada alat pendorongnya
agar cepat selesai dan lebih parahnya lagi kita di jadikan korbannya. Waktu itu
aku dan teman teman sedang minta tanda tangan “Surat Keterangan Keluarga Tidak
Mampu” di kantor desa, tiba tiba dadaku rasanya di tonjok Bruce Lee dari jarak
satu meter ketika tau kalau satu tanda tangan harganya seratus ribu, edan. Kalu
tidak nggak bakalan di tanda tangan, Kurang ajar betul itu orng. Sempat terjadi
tawar menawar tetap saja tak ada diskon, Bayar belakangan juga bisa katanya.
wah Ini namanya penyakit Gayus tanbunan peringkat tiga puluh tiga. Aku tak
peduli apa syaratnya yg penting di tanda tangan dulu nanti bayarnya
blakangan(jagan harap pak). Makanya kawan menilai seseorang jangan dari luarnya
saja, kalau dari luarnya jelek belum tentu dalamnya bagus. Sebenarnya sy nggak
mau menceritakan hal ini pada kalian, tapi karna masalah ini juga ikut mewarnai
pengalamanku dan kawan kawan. Setidaknya sy ceritakan walaupun itu pahit.
Bukan cuman itu kawan masih ada satu masalah
lagi yaitu Mitos mitos yg menyebar di masyrakat, konon katanya siapa saja yg
menuntut ilmu di luar pulau yang tak ada keluarganya, ia akan di hajar kelaparan,
kesepian, kesusahan dan pada ahir ahirnya putus asa angkat koper pulang
kampong. Gimana kawan,menakjubkan bukan mitosnya..? Mitos inilah yg menyergap
teman temanku sampai keluar dari kelompok dan tak mau bergabung kembali. Tenang
saja tak semua masyrakat percaya mitos itu. Hanya sebagian kecil masyarakat
anti pengangguran saja yg nggak percaya. Sepakat dan tidak sepakat Mitos itu
adalah prodak senior senior yg kuliah di jaman Pak Harto yang semuanya masih
dgn keterbatasan wajar saja mereka kelaparan karna nggak punya ATM. Maklum
mereka kesepian karna tidak ikut organisasi dan kesusahan karna tak bisa
beradaptasi dgn budaya sekitar. Ada kata pepatah dimana tanah ku pinjak di situ
langit ku junjung. Jika kita menerapkan pepatah ini, yakin dan percaya kita
pasti BISA. Sekali lagi kawan hidup ini perlu di nikmati jangan di buat sulit,
bukanya Tuhan menciptakan masalah itu lengkap dengan solusinya..?
…. 0O0….
Demikianlah, ketika ku
ceritakan perjalanan hidupku sampai ke
pulai garam ini, mereka ternganga mendengarnya. Menurut mereka, jalan hidupku
dan kawan kawanku itu sangat menarik. Aku yg berasal dari pulau kecil
nanpelosok di Hal sel sana, bisa
menempuh pendidikan di jawa timur. Sebenarnya kita hanya berani bermimpi.
Rasanya ketika kita telah menetapkan mimpi yg ingin kita tuju, ada saja jalan
yg membuat keinginan itu terwujut. Seperti kata Andrea Hirata dalam
Edensor,”Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi mimpi itu”. Tetapi mimpi
saja tak cukup, harus di sertai dengan ikhtiar juga.
Aku ingat ketika teman
teman meminta restu pada kedua orang tua, untuk melanjutkan pendidikan di luar
pulau. Yang terjadi malah debat kusir, namun beda dgn kedua orng tuaku. Mungkin
karena keinginanku dan kebulatan tekatku akhirnya mereka mengikhlaskanku
merantau dengan linang air mata. Menitipkan nasipku pada alam, Mengirimkan doa
lewat semesta, mendukungku dengan segenap jiwa.
Ada kalanya rasa sesal
menghampiri ketika kurasakan hidup di tanah rantau terlalu berat dan rindu
kapung halam begitu menggila. Keluar dari zona nyaman tenyata begitu menyiksa.
Tak ayal hal ini membuatku termenung dii pagi hari. Tapi lambat laun, ketika
rutinitas terasa tak begitu menyiksa, Aku dapat merasakan hikmahnya.
Teman yang duduk di
sebelah menepuk bahuku kembali, membuyarkan lamunan tentang kampong halamanku.
Tak biasanya Aku terlihat tak bersemangat seperti sekarang,” jangan khawatir
aku taka pa apa”. Aku hanya merindukan kampong halamnku, aku rindu pelukan
orang tuaku, aku rindu Anak anak angin, aku rindu ikatan remaja bibinoi, aku
rindu senyuman mereka, Aku pengen berada di tengah tengah mereka, Aku pengen
tertawa lagi bersama mereka, Aku rindu Rumah Belajar Bibinoi, Aku rindu
Masyrakatnya dan aku sangat rindu iklimnya. Dan dengan tulisan inilah aku
mencoba meredam kerinduanku pada kampong halamnku di pulau bacan sana.
Menghadirkan suasana hangat pedesaan dalam benakku merupakan terapi yg cukup
ampuh untuk mengurangi rasa rindu tersebut. Ternyata benar kata mereka sebagus
bagusnya kehidupanku di tanah orng, lebih nyaman hidup di tanah sendiri.
Inilah…..inilah…
Saat-saat dimana rinduku memuncak..
Saat-saat aku membutuhkan tangan ibu untuk menyeka air mata
saat-saat aku membutuhkan kata-kata bijak sang ayah untuk membuatku tegar..
saat-saat dimana aku butuh tempat meluapkan segala cerita....
Aku rindu mereka Ya Allah
aku ingin pulang dan memeluk mereka lagi.
Saat-saat dimana rinduku memuncak..
Saat-saat aku membutuhkan tangan ibu untuk menyeka air mata
saat-saat aku membutuhkan kata-kata bijak sang ayah untuk membuatku tegar..
saat-saat dimana aku butuh tempat meluapkan segala cerita....
Aku rindu mereka Ya Allah
aku ingin pulang dan memeluk mereka lagi.
Amieen..
Catatan: Buat temanku seperjuangan, semoga kita
dapat berkumpul kembali. Aku rindu senyuman dan semangat kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar